![]() |
Sumber: Google |
Jam karet sepertinya sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Hampir setiap menghadiri pertemuan atau acara, orang-orang Indonesia (termasuk saya) selalu mengulur-ulur waktu. "Ah santai saja, yang lain juga biasanya telat," bagitu alibinya. Lalu apa sebabnya orang-orang Indonesia berkecenderungan demikian?
Saya anggap para pembaca sudah memahami apa yang dimaksud dengan jam karet. Akan tetapi saya tetap akan menjelaskan kembali pengertian jam karet secara umum untuk pembaca yang belum mengerti. Jam karet secara umum didefinisikan sebagai istilah yang mengacu pada konsep "elastisitas" waktu. Maksudnya, waktu yang telah ditentukan bukanlah sesuatu yang pasti, melainkan sesuatu yang dapat diundur (dalam hal ini dianalogikan dengan direnggangkan sebagaimana sebuah karet). Itulah mengapa dinamakan jam karet. Hal tersebut disebabkan karena waktu dapat direnggangkan dan ditarik ulur seperti karet.
Jam karet ini mungkin awalnya hanya sebuah kebiasaan dari satu atau dua orang. Kemudian lama-lama menyebar ke orang-orang di sekitarnya. Begitu seterusnya hingga seolah-olah menjadi sebuah budaya atau kebiasaan di Indonesia. Penyebabnya bermacam-macam, mulai dari kebiasaan suka menunda, menganggap bahwa jam karet sudah menjadi budaya, hingga kebiasaan memaklumi jam karet ini. Selain itu, alasan yang dipakai oleh si pelaku jam karet juga bermacam-macam. Mulai dari bangun kesiangan, ketiduran, kelupaan, macet, hingga alasan kecelakaan. Parahnya lagi kalau alasannya adalah, "Ah biasanya juga kamu ngaret."
Jika kita lihat lebih jauh, ada satu alasan yang cukup kuat untuk menjelaskan mengapa jam karet menjadi budaya di Indonesia. Mari kita lihat dari sisi geogragis. Indonesia terletak di antara 6° LU - 11° LS dan 95° BT - 141° BT. Hal tersebut menyebabkan Indonesia dan beberapa negara di sekitarnya memiliki iklim tropis. Negara dengan iklim tropis memiliki suhu udara yang relatif tinggi karena matahari selalu pada posisi vertikal dengan wilayah tersebut. Itu artinya negara kita selalu bertemu matahari sepanjang tahun.
Lalu apa hubungannya matahari dengan jam karet di indonesia?
Inilah penyebab awalnya mengapa kita sering menunda pekerjaan. Matahari selalu terbit di atas langit wilayah Indonesia sehingga ketika sedang malas menyelesaikan sesuatu, kita beralasan bahwa matahari akan datang lagi besok, besok lagi, besok lagi, begitu seterusnya pekerjaan tersebut tertunda. Kita beranggapan bahwa sekarang atau besok sama saja, sama-sama ada matahari.
Mari kita lihat negara dengan iklim subtropis, sedang, maupun dingin. Sebagian besar negara-negara tersebut tidak mengenal jam karet. Mengapa demikian? Di sana, matahari tidak terbit setiap hari. Pada musim tertentu matahari akan terbit dan pada musim yang lain matahari hanya terbit sebentar saja, bahkan terkadang tidak terbit. Hal tersebut menyebabkan pada musim tertentu mereka harus bekerja keras dan memanfaatkan waktu yang ada. Sementara itu di musim yang lain mereka akan menikmati hasil kerja mereka. Ini jelas menunjukkan bahwa mereka sangat menghargai waktu.
Bukti lain dari perilaku mereka yang menghargai waktu tercermin pula pada bahasa mereka (dalam kasus ini adalah bahasa Inggris). Dalam bahasa Inggris terdapat tenses. Mereka menganggap waktu begitu penting sehingga ketika informasi disampaikan harus jelas kapan peristiwa tersebut terjadi, apakah kemarin, baru saja, atau baru rencana. Bahasa Indonesia tidak mengenal tenses.Oleh karenanya hal ini menunjukkan bahwa penutur bahasa Indonesia dan bahasa Inggris melihat "waktu" dari sudut pandang yang berbeda. Namun, bukan berarti semua orang Indonesia tidak dapat menghargai waktu. Bukan berarti penduduk Indonesia semuanya pelaku jam karet. Banyak masyarakat Indonesia yang sangat menghargai waktu sehingga mereka sangat tertib terhadap waktu.Itu semua bergantung pada diri kita masing-masing.
.....
Demikian tulisan saya kali ini. Semoga bemanfaat ya. See you soon then!
Post a Comment