Oy vey merupakan sebuah ekspresi dari bahasa Yiddish yang dalam bahasa Inggris diekspresikan menjadi "Oh dear!" Bedanya, ekspresi oy vey dari bahasa Yiddish ini merupakan ekspresi singkat yang mampu menyampaikan makna kalimat yang bervariasi, mulai dari kesedihan, kekhawatiran, kejengkelan, kemarahan, dan kelelahan.
Bahasa Yiddish, yang pernah dituturkan oleh 10 juta orang Yahudi di Eropa, mengalami penurunan tajam sejak tahun 1920an. Meskipun demikian, bahasa tersebut saat ini masih digunakan oleh sekitar satu juta orang di seluruh dunia. Hal yang memprihatinkan adalah banyak bahasa lain di dunia yang punah ketika penutur terakhirnya meninggal dunia.
Dalam bukunya yang berjudul "Language Death" tahun 2000, David Crystal memasukkan bahasa Kasabe yang dituturkan di wilayah Mambila, Kamerun ke dalam daftar bahasa yang sudah punah. Bahasa Kasabe punah pada 5 November 1995 dengan penutur terakhirnya yang bernama Bogon. Para linguis atau ahli bahasa memperkirakan sekitar setengah dari 6.000 bahasa di dunia akan punah dalam waktu 100 tahun.
John Lipski, seorang profesor bahasa Spanyol di Penn State, menjelaskan bahwa perang, kolonialisme, dan globalisasi dapat menyebabkan bahasa-bahasa terkemuka di dunia seperti bahasa Inggris, Spanyol, Prancis, Portugis, Arab, Rusia, dan Mandarin semakin mendominasi. Saat ini saja bahasa Inggris menjadi lingua franca internasional yang paling dominan. (Satu dari empat orang di seluruh dunia setidaknya mampu berbicara bahasa Inggris dasar.
Para ahli bahasa sedang berjuang untuk mendokumentasikan bahasa yang "sekarat" atau hampir punah. Selain itu, mereka juga membuat grup seperti The Endangered Language Fund dan mengadakan konferensi internasional tentang perlindungan bahasa masyarakat adat dan kaum minoritas.
Ketika sekelompok hewan terancam punah, alam akan kehilangan bagian unik dari ekosistem global kita. Bagaimana jika yang punah adalah bahasa? Apa yang hilang jika bahasa punah?
Lipski mengungkapkan bahwa jika bahasa punah, kita akan kehilangan identitas budaya, kekayaan, dan keragaman warisan linguistik umat manusia. Tetapi menurutnya, yang hilang sebenarnya lebih dari itu. Punahnya suatu bahasa hanya dapat dirasakan oleh penutur asli bahasa tersebut. Bayangkan jika bahasa ibu (mother tongue) Anda sudah tidak ada lagi penuturnya.
Oleh karena beberapa aspek pemerolehan bahasa dimulai sejak saat lahir, bahkan mungkin sejak dalam kandungan, dan kemampuan berbicara dimulai sekitar usia satu tahun, bahasa menjadi pengalaman seumur hidup yang tidak mungkin dipisahkan selama sisa hidupnya.
Lipski menjelaskab bahwa seseorang mempelajari bahasa aslinya dari orang-orang yang paling dekat. Sebuah bahasa berisi kata-kata dan bunyi-bunyi yang digunakan oleh kelompok tertentu untuk menggambarkan sesuatu. Selain itu bahasa juga digunakan untuk berinteraksi dengan dunia. Dan dengan demikian, bahasa tersebut membentuk bagian penting dari identitas kelompok tersebut.
Semakin beragam jenis tumbuhan dan hewan, semakin memperkaya kehidupan manusia. Filosofi tersebut juga berlaku bagi bahasa. Menurut Lipski, mereka yang tinggal di lingkungan yang memiliki banyak kebudayaan dan bahasa cenderung lebih toleran. Para ahli bahasa menyebutkan bahwa penurunan keragaman bahasa merupakan sebuah krisis yang serius. Pada kongres Linguist Internasional menyampaikan bahwa "...lenyapnya satu bahasa pun merupakan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi umat manusia... "
......
Jadi jangan malu berbicara dalam bahasa daerah, malulah kalau nanti kita tidak lagi bisa berbicara bahasa daerah karena bahasa tersebut sudah punah. Ora usah isin nek misale memang ko ngomong ngapak. Sing penting bahasa ngapak kan bisa tetep eksis mbok? 😀😀 Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan melestarikan bahada daerah di Indonesia?
![]() |
Sumber gambar: Google |
Dalam bukunya yang berjudul "Language Death" tahun 2000, David Crystal memasukkan bahasa Kasabe yang dituturkan di wilayah Mambila, Kamerun ke dalam daftar bahasa yang sudah punah. Bahasa Kasabe punah pada 5 November 1995 dengan penutur terakhirnya yang bernama Bogon. Para linguis atau ahli bahasa memperkirakan sekitar setengah dari 6.000 bahasa di dunia akan punah dalam waktu 100 tahun.
John Lipski, seorang profesor bahasa Spanyol di Penn State, menjelaskan bahwa perang, kolonialisme, dan globalisasi dapat menyebabkan bahasa-bahasa terkemuka di dunia seperti bahasa Inggris, Spanyol, Prancis, Portugis, Arab, Rusia, dan Mandarin semakin mendominasi. Saat ini saja bahasa Inggris menjadi lingua franca internasional yang paling dominan. (Satu dari empat orang di seluruh dunia setidaknya mampu berbicara bahasa Inggris dasar.
Para ahli bahasa sedang berjuang untuk mendokumentasikan bahasa yang "sekarat" atau hampir punah. Selain itu, mereka juga membuat grup seperti The Endangered Language Fund dan mengadakan konferensi internasional tentang perlindungan bahasa masyarakat adat dan kaum minoritas.
Ketika sekelompok hewan terancam punah, alam akan kehilangan bagian unik dari ekosistem global kita. Bagaimana jika yang punah adalah bahasa? Apa yang hilang jika bahasa punah?
Jika bahasa punah, kita akan kehilangan identitas budaya, kekayaan, dan keragaman warisan linguistik umat manusia.
Lipski mengungkapkan bahwa jika bahasa punah, kita akan kehilangan identitas budaya, kekayaan, dan keragaman warisan linguistik umat manusia. Tetapi menurutnya, yang hilang sebenarnya lebih dari itu. Punahnya suatu bahasa hanya dapat dirasakan oleh penutur asli bahasa tersebut. Bayangkan jika bahasa ibu (mother tongue) Anda sudah tidak ada lagi penuturnya.
Oleh karena beberapa aspek pemerolehan bahasa dimulai sejak saat lahir, bahkan mungkin sejak dalam kandungan, dan kemampuan berbicara dimulai sekitar usia satu tahun, bahasa menjadi pengalaman seumur hidup yang tidak mungkin dipisahkan selama sisa hidupnya.
Lipski menjelaskab bahwa seseorang mempelajari bahasa aslinya dari orang-orang yang paling dekat. Sebuah bahasa berisi kata-kata dan bunyi-bunyi yang digunakan oleh kelompok tertentu untuk menggambarkan sesuatu. Selain itu bahasa juga digunakan untuk berinteraksi dengan dunia. Dan dengan demikian, bahasa tersebut membentuk bagian penting dari identitas kelompok tersebut.
Semakin beragam jenis tumbuhan dan hewan, semakin memperkaya kehidupan manusia. Filosofi tersebut juga berlaku bagi bahasa. Menurut Lipski, mereka yang tinggal di lingkungan yang memiliki banyak kebudayaan dan bahasa cenderung lebih toleran. Para ahli bahasa menyebutkan bahwa penurunan keragaman bahasa merupakan sebuah krisis yang serius. Pada kongres Linguist Internasional menyampaikan bahwa "...lenyapnya satu bahasa pun merupakan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi umat manusia... "
......
Jadi jangan malu berbicara dalam bahasa daerah, malulah kalau nanti kita tidak lagi bisa berbicara bahasa daerah karena bahasa tersebut sudah punah. Ora usah isin nek misale memang ko ngomong ngapak. Sing penting bahasa ngapak kan bisa tetep eksis mbok? 😀😀 Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan melestarikan bahada daerah di Indonesia?
Post a Comment